Banjir bandang yang menghempas Kabupaten Aceh Tenggara (Agara) Selasa malam (1/11/2022), sekitar pukul 22.30 WIB, telah menyebabkan kerusakan hebat pada lima desa di Kecamatan Darul Hasanah, yaitu Desa Lawe Pinis, Rambung Teldak, Rambung Jaya, Seri Muda, dan Desa Makmur Jaya. Dua orang warga Desa Rambung Jaya juga dilaporkan meninggal dunia akibat terseret arus sungai. Sebagian besar desa terdampak merupakan pemukiman di sempadan Sungai Alas.
Bencana banjir bandang tersebut merupakan yang kedua kalinya melanda Agara dalam kurun waktu setahun ini, menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat dan daerah. Banjir bandang yang terjadi pada tanggal 14 April 2022 lalu, menyebabkan puluhan rumah di lima kecamatan rusak berat, dan satu buah jembatan di jalan nasional Kutacane-Medan terputus.
Dua lokasi banjir bandang tersebut memiliki karakteristik wilayah yang hampir sama, dimana Kecamatan Semadam berada pada bagian barat pegunungan bukit Barisan, sedangkan Kecamatan Darul Hasanah berada di bagian timur pegunungan Leuser (juga termasuk dalam jajaran bukit barisan). Pengaruh morfologi dan intensitas hujan orografis adalah penyebab utama banjir bandang di Agara.
Apa itu banjir bandang dan bagaimana terjadinya?
Banjir bandang adalah banjir lokal yang terjadi secara tiba-tiba dengan mendatangkan air bah dalam volume besar dan waktu yang singkat, setelah beberapa jam terjadinya hujan lebat atau hujan ekstrem, atau setelah terlepasnya volume air dalam jumlah besar secara tiba-tiba, akibat kegagalan/jebolnya bendungan atau tanggul alami yang terbentuk akibat longsor.
Banjir ini seringkali menimbulkan Kerusakan yang cukup masive, kehadirannya dapat menjadi ancaman serius bagi kehidupan manusia. Menurut data statistik yang diterbitkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), menyatakan bahwa banjir bandang adalah penyebab sebagian besar kematian terkait banjir.
Menurut World Meterological Oganization (WMO), secara umum, banjir bandang dapat menjadi suatu ancaman potensial bagi setiap daerah di mana medannya curam, limpasan permukaannya tinggi, aliran sungainya terbatas, dan saat curah hujan konvektif lebat terjadi.
Kenapa banjir bandang berbahaya?
Banjir bandang dapat terjadi dalam durasi waktu hitungan menit, atau bahkan dalam beberapa jam saja dari peristiwa yang menyebabkan terjadinya (curah hujan berlebihan, kegagalan infrastruktur hidrolik, dll.). Saat terjadi banjir bandang, kenaikan tiba-tiba permukaan air sungai atau anak sungai, semakin curam suatu lereng, kecepatan aliran bisa semakin tinggi. Kekuatan air bisa sangat kuat, hingga merobohkan batu-batu besar, menumbangkan pohon, dan menghancurkan jembatan dan bangunan yang menghalangi jalannya air.
Kenali Faktor-faktor penyebab banjir bandang di Indonesia
Banjir bandang merupakan salah satu bencana alam yang paling merusak. Bencana ini umunya dicirikan oleh derasnya arus air yang mengalir, dalam, serta membawa material berupa lumpur, bebatuan serta puing-puing kayu dan pepohonan, singkatnya waktu untuk merespon, telah meningkatkan risiko terhadap kehidupan dan properti.
Fenomena banjir bandang merupakan salah satu yang paling sulit untuk diprediksi dari segi waktu dan tempat terjadinya. Tidak mudah bagi suatu instansi terkait untuk dapat memastikan daerah mana yang rentan terhadap ancaman ini. Sebuah pesan bagi kita, bahwa banjir bandang dapat terjadi hampir di mana saja, karena curah hujan tinggi dapat terjadi kapanpun dan dimanapun. Barangkali ini adalah sebuah pelajaran bagi kita untuk selalu memupuk kepekaan terhadap permasalahan ini.
Berdasarkan hal tersebut, oleh karenanya penting bagi kita untuk mengenali faktor-faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya banjir bandang pada suatu tempat. Selain intensitas dan durasi curah hujan, dari penyampain sebelumnya bahwa karakteristik topografi (medan terjal, lembah, jurang) dapat menjadi indikator daerah rawan banjir bandang, karakteristik hidrologi seperti, kelembaban tanah (fraksi kejenuhannya tinggi), permiabilitas tanah (daya lolos air dalam tanah), tutupan pohon/vegetasi, ukuran DAS, dan kemiringan cekungan. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa banjir bandang tidak dapat terjadi di bawah kondisi normal, bahkan ketika tanah dalam keadaan tidak jenuh sekalipun, banjir bandang masih mungkin terjadi.
Pertayaannya, apakah suatu daerah berisiko terjadinya banjir bandang ataupun tidak, dan kapan akan terjadi, hal tersebut dapat diperkirakan dengan mempertimbangan faktor-faktor iklim, topografi, jaringan drainase setempat, skala dan frekuensi kejadian di masa lalu. Untuk perkiraan bahaya, maka akses data meteorologi dan hidrologi, serta data geologi dan informasi tentang banjir bandang di masa lalu, khususnya dari warga setepat sangatlah diperlukan.
Penyebab banjir bandang Aceh Tenggara
Kawasan lokasi banjir bandang merupakan daerah tangkapan air (catchman area). Penting untuk diingat bahwa perubahan dalam pengelolaan daerah tangkapan air (misalnya deforestasi) dapat memiliki dampak penting pada limpasan curah hujan, atau pada stabilitas lereng.
Dari pantauan citra satelit, terdapat sejumlah titik-titik longsor pada lereng pegunungan yang menjadi penyebab terjadinya banjir bandang. Longsor ini disebabkan oleh kondisi sebagian besar hutan pegunungan mengalami kerusakan dan beralih fungsi menjadi perkebunan dll.
Hutan pegunungan yang meskinya berperan untuk menjaga keseimbangan kawasan telah kehilangan daya dukungnya, hal ini menyebabkan lereng tidak lagi terlindungi dan makin labil serta makin berpotensi terjadinya longsor. Lereng yg tidal lagi stabil menjadi runtuh ketika jenuh banyak mengandung air. Ketika hujan intensitas tinggi terus-menerus terjadi, tanah pada bagian lereng mengalami longsor dengan membawa cairan, dan saat masuk ke dalam sungai akan mengalir sebagai banjir bandang, yang akan menerjang dan menyapu apa saja yang dilewatnya. Banjir bandang akibat longsoran inilah yang yang menjadi penyebab kehancuran pada beberapa desa di Kecamatan Darul Hasanah.
Penyebab banjir bandang lainnya di Kecamatan Darul Hasanah adalah bendung alami yang terbentuk akibat longsoran pada lereng alur lembah anak sungai. Hasil pantauan citra satelit, juga mengindikasikan adanya dua alur lembah anak sungai yang sisi-sisinya agak curam-curam, yang juga tidak terlindungi oleh vegetasi, dugaan kuat ketika hujan turun dengan intensitas tinggi, kondisi lereng yang sudah tidak lagi stabil tersebut mengalami longsor, terkumpul dan membentuk bendungan alam yang akhirnya menutup alur air. Bukan hanya material tanah, pohon-pohon tumbang yang terbawa material longsor juga semakin memperkuat bendung alami tersebut. Bendung alami ini kemudian mengakumulasi air hingga batas kekuatan untuk dapat merobohkan bendung alami tersebut, untuk kemudian menghasilkan banjir bandang yang turut menyapu sebagian desa lainnya di Kecamatan Darul Hasanah.
Faktor topografi wilayah merupakan kunci utama dalam pembentukan banjir bandang di Aceh Tenggara. Kondisi topografis seperti kemiringan, dataran tinggi, lembah sempit atau jurang mempercepat limpasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir bandang. Pada bagian pegunungan dimana banjir bandang terjadi, curamnya lereng didominasi oleh kemiringan agak curam (18-25%) dan curam (25 – 40%). Kelerengan dan panjang lereng tersebut berpengaaruh besar terhadap terjadinya lonsor dan banjir bandang di Aceh Tenggara, meskipun pengaruhnya kebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi topografis perbukitan yang didominasi lerang sangat curam (>40%).
Banjir bandang yang disebabkan oleh peristiwa curah hujan, benar-benar merupakan fenomena hidrometeorologi. Jumlah dan lokasi curah hujan merupakan faktor penting meskipun karakteristik hidrologi tanah permukaan juga faktor yang tidak dapat diabaikan. Jenis banjir bandang bandang umunya berhubungan erat dengan curah hujan konvektif yang cukup intens meskipun berumur pendek.
Secara umum, BMKG Aceh pada tgl 30 Oktober 2022, sudah merilis peringatan dini siaga bencana hidrometeorologi, yang berlaku dari tanggal 31 Oktober 2022 – 07 November 2022, karena terdapatnya Siklon Tropis NALGAE di Perairan Filipina yang mengakibatkan daerah pertemuan angin (Konvergensi) dan daerah belokan angin di sekitar wilayah Aceh, termasuk Aceh Tenggara. Informasi Siaga Bencana Hidrometeorologi tersebut berupa potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang yang dapat memicu bencana banjir dan longsor. Pertemuan angi konvergensi tersebut kemudian telah terekspresikan sebagai hujan lebat pada kawasan pegunungan Leuser, Aceh Tenggara.
Upaya mitigasi yang bagaimana?
Prakiraan dan peringatan banjir bandang merupakan langkah awal yang meski diterapkan untuk mengurangi risiko di daerah rawan. Meskipun penyampaian informasi prakiraan dan peringatan ke tengah masyarakat seringkali terkendala berbagai faktor, seperti lokasi yang terisolir serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang makna peringatan dan tanggapan, tanggap bencana merupakan satu prasyarat terhadap setiap rencana kesiapan menghadapi bencana.
Peringatan tepat waktu bisa menjadi elemen kunci dalam mengurangi risiko terhadap nyawa dan harta benda. Namun sayangnya, perkiraan banjir bandang masih sangat sulit. Waktu respons tersisa sangat terbatas. Seringkali peringatan datang terlambat, atau tidak diberikan sama sekali, baik karena kurangnya prakiraan atau karena kesulitan dalam menyebarkan peringatan, mis. saat banjir bandang terjadi dimalam hari. Seperti saat banjir bandang 1/11/2022, dua korban meninggal karena terserat arus banjir yang datangnya secara tiba-tiba dari anak sungai di Kecamatan Darul Hasanah.
Untuk mengatasi kesulitan tersebut, kerjasama antar lembaga khusus sangatlah diperlukan – BMKG sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tanggung jawab untuk peramalan dan memberikan informasi peringatan cuaca, BPBD sebagai lembaga pemerintah yang menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana di daerah, termasuk organisasi manajemen bencana lainnya, dapat saling besinergi untuk menghadapi berbagai kesulitan tersebut di atas.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kelestarian lingkungan hidup, jika melakukan penebangan pohon, tetap melakukan penanaman kembali, sehingga hutan dan tanah dapat menyerap air, ini merupakan langkah strategis dalam upaya mencegah terjadinya banjir bandang.
Pelatihan dan pendidikan kebencanaan bagi masyarakat, khususnya masyarakat di daerah rawan sangatlah diperlukan, agar mereka memahami makna peringatan dan tanggap yang tepat. Meningkatkan kesiapsiagaan dan kesadaran masyarakat terhadap bencana merupakan faktor penting untuk membuat mitigasi non-struktural lebih efisien. Strategi yang tepat harus didasarkan pada kebutuhan, prasyarat dan kapasitas masyarakat setempat.
Sebagai dasar dalam upaya mitgasi non-struktural yang lebih baik, pendekatan partisipatif dapat membuat masyarakat dan penduduk daerah rawan memahami risiko dan memiliki tanggung jawab terhadap pengelolaan banjir bandang. Agar tindakan pengelolaan banjir bandang menjadi efektif, perencanaan terperinci merupakan kunci bagi partisipasi komunitas lokal setempat.
Untuk bahaya/ ancaman banjir bandang, masyarakat lokal khsususnya harus memiliki tanggung jawab yang jauh lebih menentukan daripada manajemen pengelolaan banjir itu sendiri. Peguatan kapasitas masyarakat merupakan upaya strategis untuk mewujudkan ketangguhan masyarakat Aceh Tenggara dalam menghadapi bencana apapun kedepan. (Tim Hidrometeorologi Cluster).